Penyunting: Faisal Adhimas
Penerbit: WahyuMedia
Tebal: 394 halaman
ISBN: (13) 979-795-753-5
Rating: 3 dari 5 bintang
Blurb:
Goodreads
Review:
Kayla adalah gadis yang cuek, blak-blakan, bebas, dan mandiri. Demi berlibur dari segala kegiatan akademis yang memojokkannya sampai IPK-nya menjadi nasakom, ia pergi berlibur ke rumah eyang putrinya di Yogyakarta. Dalam perjalanan tersebut ia bertemu dengan laki-laki yang memikat hatinya, Ruben. Kayla pun menerima buku usang peninggalan eyang kakungnya tentang suatu ramalan mengenai dirinya saat ia tiba di rumah eyangnya di Yogya.
Perkenalan itu berlanjut, Ruben menjadi pemandunya di Yogya. Kayla sampai percaya, bahwa Ruben adalah pangerannya seperti yang eyang kakungnya katakan di ramalan. Tapi sayangnya, saat Kayla mengatakan perasaannya pada Ruben, laki-laki itu malah memilih pacarnya, Veni, yang kelasnya jauh di atas Kayla.
"Cinta itu ibarat labirin rasa, semakin kamu ingin keluar, semakin jauh kamu tersesat." - hal. 185
Demi melupakan Ruben, Kayla rela berpetualang ke sana-sini. Mulai dari Bali, Lombok, lalu ke Makassar. Lalu karena suatu kejadian yang tidak mengenakkan, Kayla akhirnya sadar. Ia pulang kembali ke Jakarta demi meluruskan kembali hidupnya. Di mulai dari kuliahnya, sampai cintanya, yang ternyata ada di dekatnya.
"Masa lalu bukan untuk dipersalahkan tapi jadi pijakan untuk menata masa depan." - hal. 101
Mulai dari sampul bukunya. Sampulnya bagus, namun waktu sebelum membaca bukunya agak sedikit bingung dengan pemilihan judul buku ini. Tapi setelah selesai membaca, justru pemilihan judul ini sangat mewakili isi bukunya. Isi hati Kayla. Kayla ini seperti penjelmaan itik buruk rupa menjadi angsa dalam dongeng-dongeng. Karakter yang tidak biasa tapi justru menjadi titik pusat yang menyedot perhatian.
Labirin Rasa ini beralur maju dengan sudut pandang orang ketiga, tapi tokoh yang disorot kebanyakan Kayla. Apa tidak seharusnya pakai sudut pandang orang pertama saja? *abaikan* :p
Saya mendapati banyaknya inkonsistensi penulisan antara gue dan aku. Lalu banyaknya typo mulai dari awal buku sampai halaman ditutup. Tentang pemakaian tanda kutip dalam kalimat dialog langsung atau tidak langsung (dialog dalam hati) yang agak membuat saya bingung. Lalu, beberapa kali juga salah penyebutan nama dalam dialog. Ada yang seharusnya Tia, ditulisnya Kayla. Ada yang seharusnya Ruben, malah jadi Patar. Dan masih ada yang lainnya...
Saya merasa beberapa bagian dalam buku ini terasa kosong. Seperti saat Kayla tiba-tiba tersadar akan hidupnya, lalu penulis dengan cepatnya menyelesaikan kuliahnya. Kemudian ada bagian di mana Kayla pulang dari Medan dan saat membuka bab selanjutnya scene sudah berganti maju ke beberapa tahun berikutnya :|
"Jangan sombong, Jakarta juga punya Puncak." - hal. 45
Emmm... Puncak itu masuk dalam wilayah Bogor, bukan Jakarta *just saying*
Saat saya selesai membaca buku ini, saya iseng membuka blog penulisnya. Wow... ternyata Eka adalah seorang travel blogger. Deskripsi yang kaya dalam buku ini sepertinya benar-benar dialami oleh Eka sendiri. Poin plus yang membuat saya terpukau. Detailnya membuat saya bisa ikut merasakan tempat-tempat yang dikunjungi oleh Kayla. Dan envy-nya itu saat Kayla bisa bulan madu ke Selandia Baru.
Bagian yang paling saya suka adalah saat Kayla pergi ke Medan, saat ia mencari asal-usulnya. Saya jadi tahu tentang bagaimana budaya Batak itu sendiri. Jadi tahu mengenai istilah-istilah yang sebelumnya hanya berupa kalimat pertanyaan dalam kepala saya.
Untuk keseluruhan, saya merekomendasikan buku ini untuk yang gemar membaca romance dan travel literature (tanpa merasa seperti membaca sebuah travel guide). Bahasanya mengalir dan cepat, sehingga tiba-tiba saya sudah berada di akhir buku.
Memang kayaknya lebih pas pake sudut pandang pertama. Eh tapi asik juga tuh berpetualang keliling Indonesia :p *salah fokus*
ReplyDeletetyponya emang banyak banget, baca buku ini jadi iri sama Kayla, cowok yang ditemuinya pasti cakep-cakep :p
ReplyDelete@Violet: Iya, asik banget bisa berpetualang keliling Indonesia. Penulisnya keren. Isi bukunya pengalaman dianya, bukan sekedar googling :))
ReplyDelete@Mbak Sulis: Iya sih cakep, tapi aku gak suka sama Ruben :|
Halo tammy, resensimu simpel dan mudah dimengerti. Ada beberapa yang mereview buku ini juga dan saya suka reviewmu. resensi simpel ala diri memang cukup bisa menarik pembaca untuk penasaran juga dengan buku yang kamu review. Kamu juga cukup jeli dengan pengetikan, penulisan, dan juga alur novel. Good! pertahankan,
ReplyDeleteAlangkah baiknya kamu bikin rate untuk setiap buku, pakai rate poin atau bintang hehehe itu saja saranku. semangat review
Halo Hima... aku udah rating kok, ada di atas sebelum blurb. Mungkin kurang terlihat, nanti coba diubah deh letaknya. makasih untuk komentarnya :D
Deletefufufu maap saya tidak jeli. iya mbak kalo ada rating2 bentuk bintangnya kentara kali ya hehe. terima kasih
Delete