Pages

Monday, June 30, 2014

[Book Review #103] Last Minute in Manhattan

Penulis: Yoana Dianika
Penyunting: Yulliya Febria & Widyawati Oktavia
Ilustrator Isi: Lia Natalia
Ilustrator Sampul: Gama Marhaendra
Penerbit: Bukuné
Seri: Setiap Tempat Punya Cerita #1
Cetakan pertama, Januari 2013
Tebal: 408 halaman
ISBN: 978-602-220-083-3
Rating: 2 dari 5 bintang
Bisa didapatkan di: Bukukita

Blurb:

Matahari tenggelam sempurna di Manhattan, menghujani gedung-gedung dengan warna senja cakrawala.

Di kota ini, kau akan bertemu Callysta.
Ia menemukan langit yang menaungi senja—membuatnya merasa nyaman, seperti mendapat perlindungan. Membuatnya jatuh cinta.

Namun, jatuh cinta memang tidak semudah yang dibayangkan. Saat cinta mulai menyergap, yang bisa dilakukan hanyalah mempertahankannya, agar tak memburam dan menghilang ketika ragu dan masa silam ikut mengendap.

Di kota ini, gadis itu jatuh cinta, tetapi segera ia surukkan di lorong-lorong gedung-gedung meninggi, dan ia benamkan bersama senja yang tenggelam sempurna.

“Hatiku masih terlalu rapuh,” begitu katanya.
Maukah kau menemaninya di Manhattan?

With love,
Yoana Dianika

Review:

Callysta menemukan pacarnya, Abram berselingkuh di belakangnya. Ia terluka dan sakit hati. Jadi saat diberi kesempatan untuk tinggal di Hermosa, California bersama ibu tirinya yang baru, Sophie, ia langsung mengiyakan. Tujuan utamanya adalah agar ia bisa melupakan Abram dan move on.

"Tidak ada yang tidak bisa dilakukan selama manusia berusaha sekuat tenaga. Saat seseorang berusaha-- semesta akan berkonspirasi untuk membantu mewujudkan usahamu menjadi sebuah hasil." - hal. 22

Ternyata keluarga barunya baik dan menerima Cally dengan tangan terbuka. Dengan Sophie dan anaknya, Mark pun Cally cepat akrab. Hari-harinya pun semakin ramai dengan hadirnya Vesper, sahabat Mark. Cally merasakan bahwa ia mulai jatuh hati pada laki-laki yang menyukai astronomi itu. Kenangannya tentang Abram mulai memudar, sampai pada suatu ketika... ia kembali harus memutuskan siapa laki-laki yang akan dipilihnya. Apakah itu Abram... atas Vesper (atau Vessy).

"Cinta itu datang tanpa diundang--dan itulah yang membuatku takut. Saat datang, cinta seperti menawarkan secangkir kebahagiaan, tetapi di dalamnya terdapat bermacam rasa pahit. Satu hal yang kutakutkan saat mulai menyukai seseorang: aku tidak siap jika suatu saat rasa sukaku ini tidak terbalas." - hal. 116

"Cinta itu rumit karena pada dasarnya cinta adalah salah satu emosi manusia yang terperangkap di dalam rasa. Bagaimana rasa diungkapkan untuk menjadi sesuatu yang nyata adalah suatu kesulitan yang tidak bisa dijeaskan dengan akal logika. Seperti sepi yang sering memanjakan jiwa. Cinta adalah sesuatu yang bergerak mutlak atas segala kendali rasa." - hal. 235


Last Minute in Manhattan ini adalah buku seri STPC (Setiap Tempat Punya Cerita) yang lumayan bikin saya penasaran setelah sebelumnya membaca London, Melbourne, dan Tokyo. Dan kebetulan karena Dinoy punya bukunya, saya tergugah ingin pinjam dan membacanya.

Sebelumnya saya belum pernah membaca buku karya Yoana Dianika, jadi Last Minute in Manhattan ini merupakan kesan pertama saya.

Saya suka dengan sampul depan buku dan seluruh ilustrasi di dalamnya. Walaupun kadang ada gambar ilustrasi yang saya tidak mengerti di mana hubungannya dengan cerita bab tersebut, ilustrasinya tetap membuat mata saya berbinar saat melihatnya. Dan sejalan dengan gambar ilustrasinya, kutipan lagu di awal babnya pun kadang gak nyambung. Tapi oke lah, itu kan cuma masalah teknis, saya gak ada masalah dengan itu semua.

Buku ini terbagi menjadi tiga bagian. Tiga bagian ini ditandai dengan perubahan sudut pandang karakternya. Pada bagian pertama saya mendapati sudut pandang ada pada Callysta sebagai POV1. Pada bagian kedua sudut pandang tersebut berubah menjadi POV3 untuk lebih mengenalkan Vessy dan Mark (selain Callysta). Dan pada saat bagian ketiga, sudut pandangnya berubah kembali menjadi POV1 (Callysta).

Tema bukunya cukup simpel. Tentang seorang gadis yang ingin move on dan menemukan cinta sebenarnya pada saat ia sejenak melarikan diri. Kalimat-kalimat quoteable pun bertebaran di sepanjang bukunya sehingga menekankan tema move on tersebut. Saya mendapati juga cara penulisan yang runut dari Yoana Dianika, juga pendeskripsian yang mendalam. Hmm... terlalu mendalam dan terlalu banyak informasi malah. Lalu ini beberapa hal yang mengganggu saya saat membaca Last Minute in Manhattan.

Pertama, saya bosan dengan penjabaran Callysta pakai baju apa, Mark pakai baju apa, Vessy pakai baju apa, dan Sophie pakai baju apa saat mereka akan memulai aktivitas. Saya memang gak ngerti soal fashion dan istilah-istilahnya, dan deskripsinya yang berulang-ulang sukses membuat saya menghembuskan nafas bosan untuk kesekian kalinya.

Kedua, saya bosan (banget) dengan kalimat: "rambut cokelat side swept bang-nya Vesper yang mirip dengan Alex Evans". Cukup sekali, atau paling banyak tiga kali lah. Jangan sampai di sepanjang bukunya ngebahas itu terus *dead*

Ketiga, Vessy ini Mr. Perfect banget. Sampai bingung sifat manusianya di mana. Justru kayanya dia beruntung banget.

Keempat, sayang kalo Callysta menunda waktu sekian lama untuk meneruskan sekolahnya. Katanya dia ada minat ke dunia medis dan obat-obatan. Tapi ternyata butuh waktu lama bagi dia untuk melanjutkan sekolah. Padahal ya, datang dan tinggal di Amerika itu gak gampang. Kalau saya jadi dia, mending langsung cari universitas mana yang bisa saya masuki daripada cuma luntang-lantung gak jelas dengan alasan mau move-on. Manja :/

Kelima, deskripsi tempatnya sangat mendekati dengan brosur perjalanan. Gedung ini dibangun tahun 19xx dan bersebelahan dengan bla bla bla. Gak salah sih, tapi kurang smooth deskripsinya. Jadi buku setebal 408 halaman ini, tempat-tempatnya sama sekali gak nempel. Wuzz... cuma lewat doang kaya angin...

Keenam, terlalu banyak kebetulan yang akhirnya ganggu. Saat Callysta bertemu dengan ibu kandungnya di restoran dan juga bertemu dengan selingkuhan pacarnya, Maggie (yang ternyata saudara tirinya). Saat ketemu Abram di Frost Valley. Saat ketemu Maggie di summer camp. Fiuh... *lap keringet*

Ketujuh, romannya cheesy banget. Untuk yang ini saya serahkan pada orang lain yang akan membaca bukunya dan ambil kesimpulan sendiri. Tapi untuk saya, terlalu banyak yang manis-manis itu berbahaya. Bisa sakit gigi. Atau lihat aja contohnya pada Hansel dan Gretel, mereka kebanyakan makan makanan manis sampai mau dipanggang nenek sihir :v *salah fokus*

Nah, udah cukup unek-uneknya. 2 bintang saja untuk Last Minute in Manhattan.

Review ini diikutsertakan dalam:
1. Indonesian Romance Reading Challenge 2014
2. Lucky No. 14 Reading Challenge (kategori: Visit the Country)
3. 2014 TBRR Pile
4. New Author Reading Challenge 2014
5. Young Adult Reading Challenge 2014
6. Indiva Readers Challenge 2014

No comments:

Post a Comment