Pages

Thursday, January 2, 2014

[Book Review #60] Alice-Miranda Takes the Lead

Penulis: Jacqueline Harvey
Penerjemah: Reni Indardini
Penyunting: Helina Sitorus
Penerbit: Little K
Cetakan I, September 2011
Tebal: 284 halaman
ISBN: 978-602-9307-02-3
Rating: 4 dari 5 bintang
Harga: Rp. 15.000 sale di Gramedia Ekalokasari Bogor


Blurb:

Madeline memegangi senter di bawah dagunya. “Penyihir ini, mungkin wanita tertinggi yang pernah kaulihat. Dia punya tangan besar seperti pria dewasa dan dia mengenakan pakaian hitam yang sama setiap hari. Giginya, yang tidak banyak, sudah busuk dan miring. Tapi yang terburuk adalah wajahnya ...” bisik Madeline. 

“Wajahnya ...” 

Pada saat bersamaan, sebatang dahan menggores jendela di luar dan seisi kamar itu dipenuhi pekikan yang berlanjut selama paling tidak semenit.

Semester baru di Akademi Winchesterfield-Downsfordvale akhirnya datang juga. Alice-Miranda pun kembali ke sekolah. Malam pertama Alice-Miranda dan teman-temannya di Asrama diisi dengan pertemuan rahasia. 

Mereka berbagi kisah, baik tentang liburan maupun tentang hal-hal lucu di semester sebelumnya. Di tengah serunya bercerita, tiba-tiba Madeline menceritakan tentang penyihir yang konon sudah lama tinggal dekat sekolah mereka. 

Percaya atau tidak, tanpa sengaja Alice-Miranda bertemu dengan si penyihir di sebuah rumah tua. Dan bukan Alice-Miranda namanya kalau tidak bisa berteman dengan si penyihir. Bahkan Alice-Miranda meminta si penyihir untuk ikut tampil dalam sebuah drama sekolah. Seru bukan?

Buku sebelumnya:

Alice-Miranda at School
Alice-Miranda on Holiday

Review:

Alice-Miranda kembali menjejakkan kakinya di sekolah asrama Akademi Winchesterfield-Downsfordvale untuk Perempuan Muda Baik-baik. Semester baru akan dimulai dan ia sudah tidak sabar untuk bertemu teman-temannya sekaligus memulai sekolah. Kabar pertama yang diberikan oleh Miss Ophelia Grimm adalah akan ada anak baru yang nantinya sekamar dengan Jacinta. Baik Alice-Miranda, Jacinta, dan Millie menantikan anak baru itu dengan bersemangat.

Malam pertama di asrama, mereka menggelar rapat tengah malam. Rapat tengah malam itu merupakan tradisi yang dilakukan setiap tahun dan diadakan pada saat malam pertama setelah kembali ke sekolah. Tapi tidak seperti namanya, rapat tengah malam itu dilaksanakan pada pukul sembilan kurang seperempat saat anak-anak perempuan itu belum terlelap tidur. Dalam rapat itu, Medeline menceritakan tentang rumor adanya penyihir di hutan yang membuat Alice-Miranda penasaran.

Besoknya, teman sekamar Jacinta datang. Tapi tidak seperti yang disangka-sangka sebelumnya, Sloane Sykes memiliki tabiat buruk yang membuat Jacinta sebal padanya. Tapi Alice-Miranda yang baik, tidak pernah berprasangka buruk padanya.

Saat pulang dari acara berkuda bersama, Alice-Miranda terpisah dari teman-temannya dan mengambil arah jalan yang berbeda dari yang lain. Ia tiba di Griya Caledonia dan bertemu dengan sosok penyihir yang diisukan oleh orang-orang di sekolah. Namun ternyata, penyihir yang bernama Hephzibah tersebut tidak seperti yang diceritakan oleh orang-orang dan Alice-Miranda sangat senang jika berkunjung lagi ke Griya Caledonia di waktu yang lain.

Salah satu agenda lain Akademi Winchesterfield-Downsfordvale adalah menyelenggarakan pertunjukan teater bersama dengan Fayle, sekolah asrama khusus laki-laki. Di saat latihan, ia bisa bertemu calon sepupunya, Lucas dan juga kakak Sloane, Septimus yang tabiatnya bertolak belakang dengan Sloane. Beberapa misteri di Fayle terjadi, dan tanpa diduga semua misteri itu bukanlah tidak disengaja terjadi melainkan ada seseorang yang mengaturnya untuk kepentingan mereka sendiri.


"Aku senang berada di rumah, tapi ada begitu banyak hal yang terjadi di sini dan aku tak sabar mendengar apa rencana Miss Grimm untuk semester ini." - hal. 19

Ini adalah buku ketiga dari seri Alice-Miranda yang diterjemahkan diterbitkan oleh Little K. Sama seperti buku keduanya, buku ini ada sedikit unsur misteri yang sesuai porsinya untuk anak-anak. Dan yang pasti, buku ini juga sama serunya seperti buku keduanya.

Seperti biasa, sampul depannya bagus dan sepertinya kali ini Little K kembali menggunakan ilustrasi sampul aslinya sama seperti di buku pertamanya. Untuk terjemahannya pun bagus, saya sama sekali tidak menemukan salah kata. Ukuran dan jenis hurufnya pun pas karena sasaran pembaca buku ini adalah anak-anak. 


Jika sudah terbiasa membaca buku seri ini dari pertama, semua tokoh yang ada tidak akan terlalu membuat pusing. Tambahan tokoh pun tidak begitu banyak, beberapa di antaranya berperan dalam membentuk buku ini menjadi bacaan yang seru dan membuat penasaran. Kalau pada buku pertama, kesan pertama yang didapatkan setelah mengenal Alice-Miranda itu dia adalah anak yang suka ikut campur. Dalam buku ketiga ini, kesan tersebut hilang dan saya menilai bahwa Alice-Miranda itu adalah seorang anak yang sangat peduli dengan masalah yang dialami oleh orang-orang di sekitarnya dan selalu berusaha membuat orang lain bahagia.

Selain Sloane dan ibunya yang menor itu, saya cukup senang dengan interaksi antartokoh yang terjadi dalam buku ini.

Saya juga suka dengan ending buku ini. Orang baik akan selalu mendapat akhir yang baik, begitu pula dengan orang yang jahat. Mereka akan mendapatkan pelajaran dari apa yang telah mereka perbuat dan semoga saja tidak mengulangi perbuatannya lagi di masa depan.

Secara keseluruhan, saya suka dengan buku ini. Semoga Little K meneruskan untuk menerjemahkan dan mencetak buku lanjutannya nanti. 4 bintang untuk Hephzibah yang baik hati.

No comments:

Post a Comment