Tuesday, October 14, 2014

[Book Review #114] Pintu Harmonika

Penulis: Clara Ng & Icha Rahmanti
Cerita asli: Clara Ng, Ginatri S. Noer
Penyunting: Arief Ah Shiddiq
Pemeriksa aksara: Dias Rifanza Salim
Penerbit: Plot Point
Cetakan: pertama, Januari 2013
Tebal: 307 halaman
ISBN: 978-602-9481-10-5
Rating: 3 dari 5 bintang

Bisa didapatkan di: Bukukita

Blurb:

Dijual cepat: S U R G A!

Punyakah kamu surga di Bumi, tempatmu merasa bebas, terlindungi dan… begitu bahagia hanya dengan berada di situ?

Rizal, Juni, dan David menemukan surga lewat ketidaksengajaan; Buka pintu harmonika, berjalan mengikuti sinar matahari, dan temukan surga. Surga yang tersembunyi di belakang ruko tempat tinggal mereka.

Walau mereka berbeda usia dan tidak juga lantas bermain bersama, surga membuat mereka menemukan bukan hanya sahabat, tetapi juga saudara dan keluarga. Ketika surga mereka akan berakhir, semangat mempertahankannya membawa mereka pada sebuah petualangan lewat tengah malam. Apa pula hubungannya dengan pencitraan Rizal, masalah Juni di sekolah dan bulu hitam misterius yang berpendar cantik temuan David serta suara-suara misterius di atap rukonya?


Review:

"Adakah Surga di Bumi?

Buat gue ada. Letaknya nggak jauh di belakang ruko bokap gue. Surga gue hanya sepetak tanah kosong yang sudah ditumbuhi aneka rumput, semak-semak, lumut, dan ilalang, yang nggak pernah sepi dari suara jangkrik dan reruntuhan tembok bau pesing bergrafiti norak.

Herannya setiap gue di situ, gue merasa bebas dan damai. Bukan cuma gue, tapi demikianlah arti tanah kosong buat teman-teman yang kemudian menjadi seperti adik-adik gue sendiri.

Ada sesuatu yang magis tentang tempat itu--yang membuat bukan cuma gue, tapi juga "adik-adik" gue--merasa menemukan tempat bernaung yang aman. Imajinasi kami tumbuh berkembang, seolah tempat itu adalah tempat terindah di dunia, tempat kami lepas dari tuntutan belajar, berprestasi, atau lainnya. Kami menikmati setiap detiknya, menjadi diri sendiri sambil bermimpi, bermain, atau sekadar diam melamun." - hal. 195-196


Rizal, Juni, dan David menemukan surga mereka hanya beberapa langkah saja dari ruko tempat mereka tinggal. Tidak ada bidadari dan pemandangan yang indah di depan mata, yang ada hanyalah kebersamaan dan kue malaikat yang enak.

Rizal adalah seorang seleb dunia maya yang terkenal gara-gara ngeblog dan ngetweet. Juni adalah seorang gadis sekolah menengah yang dulu adalah seorang korban bullying dan sekarang keadaan berbalik malahan dia yang mem-bully adik kelasnya. Lalu David, bocah Cina berkacamata yang pintar dan gemar sekali dengan kisah detektif. Semuanya memiliki cerita masing-masing yang ingin dikisahkan melalui jurnal harian mereka. Tentang Surga, hidup, keluarga, teman-teman, harapan, dan impian mereka.

"Life is like a piano. The white keys represent happiness and black keys show sadness. But as we go through life, remember that the black keys make beautiful music too." - hal. 283

Akhirnya selesai juga membaca buku ini setelah lama sekali tertimbun. Mungkin yang punya bukunya juga (baca: Chei) gak sadar buku ini masih ada di saya *hiks, maaf ya kelamaan*. Seperti jodoh saya dengan buku yang lainnya, tertarik membaca buku ini pun karena suka dengan sampul bukunya yang kece. Warna pastel dan ilustrasinya membuat kesan dari Pintu Harmonika ini ceria, hangat, dan sederhana. Begitu pula dengan isi bukunya.

Saya sebelumnya belum pernah membaca buku karya Clara Ng dan Icha Rahmanti. Jadi ini adalah perjumpaan pertama saya dengan tulisan mereka. Gak menyangka juga kalau isi buku ini ternyata adalah novelet berbentuk jurnal harian yang saling bersambung. Pintu Harmonika terdiri dari 3 novelet yaitu Otot (kisah Rizal), Bully (kisah Juni), dan Malaikat (kisah David). Ketiga novelet ini mengambil sudut pandang orang pertama tunggal secara bergantian tergantung kisah yang mana yang sedang diceritakan. Alur yang digunakan adalah maju dan mundur, tapi saya tidak merasakan adanya jarak antara kedua alur tersebut dan membaca semua cerita ini mengalir begitu saja dengan nyaman.

Untuk porsi pembagian cerita siapa ditulis oleh siapa saya tidak tahu karena sebelumnya seperti yang sudah saya singgung di atas, saya belum pernah membaca kaya penulisnya. Tapi berdasarkan profil penulis di belakang bukunya, kemungkinan cerita Juni dan David ditulis oleh Icha Rahmanti karena kesukaannya akan buku-buku misteri seperti Trio Detektif, Klub Detektif, Hawkeye Collins & Amy Adams. Jadi sisa satu cerita (Rizal) yang menghabiskan setengah buku dan kemungkinan ditulis oleh Clara Ng. Semoga saja tebakan saya benar XD

Dari tiga novelet dalam buku ini, yang paling saya nikmati adalah ketika membaca cerita tentang Rizal. Bahasa yang dipakai adalah bahasa sehari-hari dan kalimat-kalimat khas Rizal yang lucu membuat saya betah membaca buku ini. Semakin ke belakang ceritanya justru berubah serius. Bukan berarti bagian Rizal gak ada serius-seriusnya, hanya pas bagian Rizal penulisnya bisa banget mencampurkannya dengan gurauan ringan yang membuat saya tersenyum. Kalau dibandingkan, Juni dan David itu umurnya agak jauh di bawah Rizal. Tapi justru ceritanya lebih kompleks daripada Rizal. Masalah bullying yang terjadi pada Juni gak dipungkiri mungkin terjadi juga dengan remaja lainnya. Awalnya pernah di-bully, lalu akhirnya malahan ikutan mem-bully. Namun, cerita Juni ini bagus untuk bisa diambil nilai moralnya bahwa lingkaran bullying itu harus diputus mulai dari salah satu pihak dan sebetulnya kegiatan bullying itu tidak ada manfaatnya sama sekali, malah membawa masalah, menambah musuh, dan yang pasti membuat kecewa keluarga. Lalu soal David yang terlihat dewasa sekali di atas umur aslinya.

Kalau sudah membaca jurnal Rizal dan Juni, terasa sekali ada ruang kosong yang sepertinya hilang begitu saja pada saat pertengahan sampai cerita berakhir. Yaitu tentang David. Saya merasakannya dari awal dan sepertinya kedua penulis memang membuat seperti itu. Agar kita bertanya-tanya, "ada apa dengan David? Kok gak muncul-muncul lagi." Nah, semua pertanyaan itu bisa terjawab justru pada saat akhir cerita, yang akhirnya membuat saya agak sebal dan mengurangi bintang. Bukan karena saya tidak suka dengan misteri di dalamnya, hanya saja bagian itu... tidak realistis dan justru mempengaruhi cerita lainnya.

Sisi lain dari ketiga cerita ini yang saya suka adalah tema keluarga yang disisipkan. Bagaimana perasaan Rizal yang tidak bisa menangis saat kehilangan ibunya serta hubungannya dengan ayahnya. Bagaimana konflik batin saat Juni mengetahui bahwa bisnis orang tuanya diambang kebangkrutan dan mereka terancam kehilangan rumah. Dan bagaimana hubungan David dan ibunya yang sangat dekat sejak ayah David meninggalkan mereka tanpa tahu pergi ke mana. Masing-masing cerita tersebut membuat saya betah membaca Pintu Harmonika sampai pada halaman akhir. 3 Bintang untuk jurnal Rizal, Juni, dan David.

"Pintu ruko itu tertutup, secara jelas berbentuk seperti alat musik harmonika yang siap dimainkan. Tidak heran namanya pintu harmonika." - hal. 277


Review ini diikutsertakan dalam:
- Lucky No. 14 Reading Challenge (kategori Movies vs Books)
- 2014 TBRR Pile
- New Author Reading Challenge 2014
- Young Adult Reading Challenge 2014
- Indiva Readers Challenge 2014

No comments:

Post a Comment