Tuesday, February 11, 2014

[Book Review #76] The Golem's Eye

Penulis: Jonathan Stroud
Penerjemah: Poppy D. Chusfani
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan keempat, Maret 2010
Publikasi pertama: Januari, 2004
Tebal: 624 halaman
ISBN: 979-22-2963-9
Rating: 4 dari 5 bintang

Bisa didapatkan di: Bukukita


Blurb:

Karier Nathaniel di pemerintahan terus meroket. Tapi kelompok pemberontak Resistance terus melakukan pengrusakan di London. Pekerjaan dan nyawa Nathaniel jadi terancam, bukan hanya akibat aksi Kitty dan teman-temannya, tapi juga karena suatu kekuatan yang tak dikenal serta membingungkan.

Nathaniel pun terpaksa melakukan misi berbahaya ke kota musuh, Praha, dan harus memanggil lagi jin menjengkelkan, misterius, dan berlidah tajam, Bartimaeus.


Buku sebelumnya:
The Amulet of Samarkand

Review:

Berselang dua tahun sejak Lovelace mengenakan Amulet Samarkand dan memanggil demon berkekuatan besar dengan niat terselubung untuk menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Rupert Devereaux.

Sepeninggal Arthur Underwood, Nathaniel memiliki master baru yaitu Jessica Whitwell yang sekaligus berkedudukan sebagai Menteri Pertahanan. Nathaniel pun kini dikenal sebagai John Mandrake seorang Asisten Kepala Departemen Dalam Negeri setelah Perdana Menteri Devereaux mempromosikannya karena telah berjasa mengungkap rencana kudeta Lovelace sekaligus mengembalikan Amulet Samarkand ke tangan pemerintah.

Nathaniel mulai memiliki kekuasaan, uang, dan ketenaran. Tapi ternyata hidupnya tidak semakin mudah setelah menjadi Asisten Menteri. Ia diberi tugas untuk mengungkap keberadaan Resistance dan juga makhluk tanpa identitas jelas yang mengacau di London dan mengincar lokasi benda-benda sihir untuk dihancurkan.

Ia kewalahan. Demon yang dipanggilnya tidak cukup tangkas untuk melakukan semua perintah yang diberikannya. Karena terdesak, akhirnya ia memanggil kembali Bartimaeus untuk menjadi pelayannya. Tentu saja tidak mudah bagi Nathaniel untuk membuat Barty mau bekerja sama dengannya. Setelah argumen tawar menawar yang alot akhirnya, Barty setuju untuk membantu Nathaniel kembali.

Di samping itu, kegiatan Resistance semakin gencar diadakan. Pemimpin mereka sekarang mempunyai informan seorang penyihir yang akan membantu mereka mencuri artefak sihir berkekuatan besar yang akan menyedot perhatian para penyihir.

***

Di buku ini sudut pandang bertambah lagi. Semula hanya Bartimaeus dan Nathaniel, kali ini ditambah dengan Kitty, salah seorang anggota Resistance yang dulu pernah mencoba mencuri Amulet Samarkand dari Barty dan berhasil mencuri cermin pengintai dari Nathaniel. POV 1 tetap dipegang oleh Barty, sisanya tetap POV 3 untuk Nathaniel dan Kitty. Dan untungnya, karena POV 1 masih Barty, saya jadi bisa terus membaca nyinyirnya Barty di sepanjang cerita ditambah catatan kakinya.

Sama dengan buku pertamanya, saya gak suka dengan sampul depannya. Alasannya pun tetap sama, karena terlalu horor padahal isi bukunya engga. Terjemahannya pun masih tetap mengalir dan enak dibaca, walaupun kecilnya ukuran huruf agak membuat saya pusing saat membaca catatan kaki Barty yang panjang.

Karakter tambahan baru yang tidak kalah penting dari Nathaniel dan Barty adalah Kitty. Ia mempunyai peranan penting dalam buku ini. Tapi gak tahu kenapa saya justru gak begitu suka dengan Kitty dan malah suka dengan karakter Nathaniel dan Barty. Walaupun sifat mereka banyak banget yang negatifnya, saya berharap mereka bisa terus jadi tim yang saling melengkapi. Tapi oke... saya akui Kitty itu keren untuk seorang perempuan. Dia mandiri, kuat, dan tidak mudah menyerah.

Cerita buku kedua ini lebih rumit dari buku pertama karena Nathaniel sekarang memiliki jabatan baru di pemerintahan. Mana kawan, mana lawan semua jadi bias. Saya malah merasa kasihan sama Nath (disingkat aja deh, cape nulis namanya yang panjang) karena orang-orang terdekatnya justru sikut-menyikut menunggu dan mencari kesempatan dia untuk jatuh. Ada Julius Tallow yang merupakan atasan Nath langsung yang memberikan tugas berat padanya dan selalu mencari keuntungan sendiri. Ada Henry Duvall, Kepala Polisi yang mencari-cari kesalahan Departemen Dalam Negeri agar bisa menyingkirkan Nath. Pokoknya kalau dipikir-pikir, intriknya beneran bikin pusing >.<

Di buku pertama disinggung tentang William Gladstone. Seorang penyihir yang dikagumi oleh Nath dan sekaligus nama yang diinginkannya. Nah, di buku ini Nath juga berurusan dengan idolanya itu. Bukan dengan Gladstone-nya langsung, tapi dengan kasus yang ditimbulkan oleh Resistance di makam Gladstone.

Kemunculan Honorius, afrit sakit jiwa yang sinting membuat saya terhibur saat porsi Barty dalam buku ini berkurang. Interaksi keduanya dalam sebuah percakapan pun membuat saya tertawa berkali-kali. Saya gak tahu dari mana Jonathan Stroud mendapatkan referensi demon-nya, tapi mereka kadang loveable (?) dan justru tidak menakutkan sama sekali. Ya mungkin di situ letak pelajarannya, supaya kita tidak takut dengan demon :p #ngelanturkemanamana

Pokoknya... saya suka dengan buku ini. Walau tidak sekeren buku pertama, tapi saya tahu bahwa jalinan plot yang ditulis dalam buku ini akan merangkai cerita yang menarik di buku ketiga. 4 bintang untuk Barty! :D

Salah kata:
1. Hal. 66 > Galdstone, seharusnya Gladstone.
2. Hal. 119 > divan, seharusnya dipan.
3. Hal. 236 > tangaku, seharusnya tanganku.
4. Hal. 261 > ketaksukaan, kalau kata saya sih lebih cocok ketidaksukaan. Agak aneh aja kalau pengucapannya jadi ketaksukaan.
5. Hal. 453 > memangis, seharusnya menangis.

Literary award:
- Mythopoeic Fantasy Award for Children's Literature (2006)

Review ini diikursertakan dalam:
- 2014 TBRR Pile Reading Challenge
- Lucky No. 14 Reading Challenge (kategori Chunky Brick)
- Indiva Readers Challenge 2014

- Young Adult Reading Challenge 2014

No comments:

Post a Comment