Thursday, February 20, 2014

[Book Review #77] Ptolemy's Gate

Penulis: Jonathan Stroud
Penerjemah: Poppy D. Chusfani
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan ketiga, Maret 2010
Publikasi pertama: 2005
Tebal: 576 halaman
ISBN: 978-979-22-2964-6
Rating: 5 dari 5 bintang


Blurb:

Dua ribu tahun telah berlalu sejak jin Bartimaeus berada di puncak kejayaannya---tak terkalahkan dalam pertempuran dan berteman dengan sang empu penyihir, Ptolemy. Sekarang, karena ia terperangkap di Bumi dan diperlakukan seenaknya oleh masternya, Nathaniel, energi Bartimaeus memudar dengan cepat.

Sementara itu, di dunia bawah tanah London, Kitty Jones yang buron diam-diam melakukan riset tentang sihir dan demon. Ia punya rencana yang diharapkannya akan menyudahi konflik berkepanjangan antara jin dan manusia.


Nathaniel, Kitty, dan Bartimaeus pun harus membongkar konspirasi mengerikan dan menghadapi ancaman paling berbahaya sepanjang sejarah ilmu sihir.

Buku sebelumnya:
- The Amulet of Samarkand
- The Golem's Eye

Review:

Tiga tahun sudah sejak insiden Golem terjadi. Nathaniel alias John Mandrake kini menduduki salah kursi penting di pemerintahan. Ia diberi kepercayaan untuk menjabat sebagai Menteri Penerangan oleh Perdana Menteri Devereaux. Dan selama menjabat sebagai salah satu menteri, Nathaniel belum pernah membebaskan Bartymaeus sekalipun ke Dunia Lain. Rohnya kini lemah, karena terlalu lama berada di bumi.

Di samping itu, London kini menjadi pusat konflik. Di mana-mana terdapat seruan ketidaksukaan commoner terhadap pemerintah yang mengirim mereka untuk berperang dengan Amerika. Kebanyakan dari mereka yang berangkat ke medan perang, tidak akan berakhir dengan selamat, hal ini memunculkan keresahan di semua tempat dan kelompok-kelompok yang menentang pemerintahan mulai banyak bermunculan. Selain repot mengurus masalah kenegaraan, Nathaniel akhirnya tahu bahwa sosok yang tidak bisa dilupakannya sampai saat itu, Kitty Jones ternyata masih hidup.

Berbekal dua identitas palsu yang dimiliki oleh Kitty Jones, ia mendalami ilmu sihir dan memanggil Barty untuk pertama kalinya karena penasaran tentang percakapannya saat insiden golem terjadi.

Masalah perang dan memberontaknya commoner merupakan pengalihan isu. Persoalan utamanya telah dirancang oleh seseorang untuk kembali merebut kekuasaan tertinggi di Inggris.

"Tapi aku selalu percaya bahwa sebagai apa pun kita dilahirkan, tidak boleh menghalangi bakat kita." - hal. 65

Akhirnya saya bisa juga mulai menulis review ini setelah hampir seminggu mandek. Terus waktu curcol di WhatsApp Bajay, Ren dan Mbak Lina bilang sama saya, "tulis aja kesannya". Nah, makanya review ini mungkin agak-agak ngelantur dan aneh dibacanya XD


Jonathan Stroud ini jempol banget untuk urusan deskripsi cerita dan kekuatan karakternya. Saya yakin riset yang dilakukannya pasti mendalam atau bahkan mungkin sampai terobsesi. Hehe... karena saya sama sekali tidak menemukan titik celah dan kelemahannya. Kalau baca buku ini atau buku sebelumnya, walaupun seseorang itu hanya disebutkan beberapa kali dan bukan tokoh center, secara alami entah kenapa saya bisa mengingatnya. Padahal sebelumnya, saya itu paling gak bisa ingat banyak-banyak nama tokoh baik dalam buku atau dunia nyata. Semua karakternya benar-benar kuat hingga saya yakin setelah beberapa waktu ke depan saya akan ingat terus dengan kisah heroik Nathaniel di buku ini.

Untuk penjahat dalam buku ini, terlihat jelas dari awal. Malahan tuduhan itu semakin jelas pada saat pertengahan buku. Tapi bukan Stroud namanya kalau gak membuat kita memutar kembali pendapat kita dan mengalihkan ke tempat lain terus menyambungkan benang merah itu kembali. Saya sampai takjub bagaimana cerita itu bisa berkembang dengan rapinya.

Dari buku pertama sampai buku ketiga, Barty hobi banget mengubah sosok menjadi Ptolemy. Awalnya gak tau siapa itu Ptolemy dan mengapa Barty suka sekali memakai sosoknya. Di buku terakhir dari trilogi ini, Barty mengajak saya untuk mengetahui masa lalunya dan saya dibuat terpana dengan kisah dan kedekatan emosi antara Barty dan Ptolemy. Jadi tahu kenapa Barty itu agak-agak 'manusiawi' untuk seukuran demon dan gak terlalu keras dengan Nathaniel *kecuali omongannya*, itu semua karena Ptolemy.

Yang pasti, saya suka dengan Nath, Kitty, Barty, dan Ptolemy di buku ini! XD
Awalnya berasa ganggu aja sama genggesnya Kitty di buku sebelumnya. Berasa sok banget jadi cewek. Tapi di buku ini, saya jadi lumayan suka. Perkembangan tiap karakter dan interaksinya membuat 3 POV yang ditawarkan itu sayang banget kalau bacanya cuma sekilas aja. Dan seperti buku YA lainnya, ada sedikit percikan romens di dalam buku ini. Ihiy... Nath~ *colek jail* :3

Komentar saya untuk terjemahannya masih seperti buku sebelumnya. Rapi, mengalir, dan enak dibaca. Hanya ada beberapa salah kata di sini:
Hal. 88 > penyhir, seharusnya penyihir
Hal. 378 > nanum, seharusnya namun
Hal. 530 > horisontal, seharusnya horizontal. Kata ini berulang ada mulai dari buku pertama sampai ketiga. Saya pikir saya salah, tapi ternyata di KBBI memang ditulisnya horizontal.

Untuk ending-nya... hmmp! Benar-benar klimaks dan tidak diduga banget. Saya hampir beberapa hari gak bisa move on dari buku ini dan kepikiran terus sama Nath dan omongan Barty yang belum sempat diucapkan. Untuk realistisnya, ending ini memang cocok. Gregetan sih iya, tapi mau gimana lagi... kalau Stroud mau ending-nya seperti itu, saya bisa apa #ngomongAlaChei XD

Kesimpulannya... buku ini keren. Saya rekomendasikan untuk siapa saja pecinta fantasi seperti saya. Gak rugi deh bacanya. 5 bintang untuk Nath, Barty, dan Kitty :D

Literary awards:
- Mythopoeic Fantasy Award for Children's Literature (2006)


Review ini diikursertakan dalam:
- 2014 TBRR Pile Reading Challenge
- Lucky No. 14 Reading Challenge (kategori Chunky Brick)
- Indiva Readers Challenge 2014
- Young Adult Reading Challenge 2014

4 comments:

  1. aku udah lama baca buku ini Tam, dan jujur sampai skrg belum nemu lagi buku yg endingnya bisa bikin hangover kayak gini lagi. Stroud emang pengkarakterannnya kuat banget.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku juga mungkin sepertinya bakal sama seperti Mbak Lina, sampai sekarang aja masih keingetan terus sama buku ini >.<

      Delete
  2. Sama...aku juga sudah lama banget baca buku ini, sudah di reread beberapa kali juga. Tapi tetap aj galau gara-gara endingnya. Setuju banget kalau buku ini dikasih 5 bintang. Jadi kangen sama Nathaniel ಥ_ಥ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah keren, sampe udah reread :O
      Aku baca sekali aja sakit kepala XD

      Delete