Wednesday, April 9, 2014

[Book Review #93] Lucid

Penulis: Adrienne Stoltz & Ron Bass
Penerjemah: Sujatrini Liza
Penyunting: Tendi Yulianes
Penerbit: Mizan Fantasi
Cetakan pertama, Desember 2013
Tebal: 497 halaman
ISBN: 978-979-433-774-5
Rating: 4,5 dari 5 bintang
Bisa didapatkan di: Bukukita

Blurb:

Sloane, seorang siswi teladan yang tumbuh di tengah keluarga sub-urban. Maggie, calon aktris brilian penuh talenta dengan kehidupan yang glamor. Keduanya tak pernah bertemu, tetapi keduanya saling memimpikan kehidupan masing-masing. Sloane berharap dirinya bisa menjadi Maggie yang terkenal, sedangkan Maggie sebaliknya, ingin menjadi Sloane dan memiliki kehidupan normalnya.

Dengan saling memimpikan, mereka berusaha lari dari realita kehidupan masing-masing. Namun, semakin dalam mereka hanyut dalam mimpi itu, mereka menyadari sebuah keganjilan. Salah satu dari mereka tidaklah nyata, dan mereka harus berjuang mempertahankan eksistensinya. Mereka harus memilih satu dari dua kehidupan, antara mimpi dan kenyataan. Karena salah satu dari mereka harus menghilang untuk selamanya.

Review:

Waktu pertama kali lihat judulnya, saya langsung memikirkan tentang lucid dream yang beberapa tahun lalu menjadi topik hangat. Apalagi setelah melihat blurb di belakangnya semakin menguatkan ingatan saya tentang hal tersebut. Jika ditelaah, arti kata lucid itu dalam bahasa Inggris sebetulnya adalah mudah dimengerti atau jelas atau keadaan di mana berpikiran terang. Dan dari pengertian tersebut mungkin lucid dream lahir, yaitu pengalaman bermimpi dengan merasa terjaga, sadar akan mimpinya, dan mampu mengendalikan peristiwa tersebut dengan sadar.

Lucid ini dimulai dengan Sloane Margaret Jameson (Maggie) yang menjalani kehidupan sehari-harinya sebagai seorang aktris yang melakukan audisi dari tempat satu ke tempat lain. Maggie tidak memiliki ayah, ia hanya memiliki seorang ibu, Nicole dan adiknya, Jade dan tinggal di New York. Sejak ayahnya mengajaknya menonton film untuk pertama kalinya, ia sadar akan impiannya untuk menjadi aktris. Ditambah lagi bakatnya memang di sana. 

Sloane Jameson (Sloane) tinggal di Connecticut dan menjalani kehidupan sekolah menengah atasnya dengan biasa saja. Ia tergolong anak yang pintar, tapi pemalu dan tidak percaya diri. Dunianya terasa hampa sejak sahabat semasa kecilnya, Bill, meninggal dunia secara tiba-tiba.

Kehidupan salah satu dari mereka saat terjaga menjadi informasi baru bagi salah satu dari mereka saat tertidur. Secara singkatnya, mereka berbagi mimpi tentang kehidupan masing-masing.

"Itu adalah mimpi yang kualami setiap malam. Setiap malam sejak dulu. Mimpinya tak pernah sama, tapi tentang kehidupan lain yang sama." - hal. 280

Namun saat mereka sudah terbiasa dan terus berbagi kehidupan, tiba-tiba sesuatu terjadi. Dua sosok laki-laki hadir dalam kehidupan mereka dan membuat mereka harus mengutarakan rahasia yang selama ini mereka simpan. Dan disaat yang sama, mimpi keduanya saling bertumbukan. Mereka menyadari bahwa ternyata salah satu mereka tidak nyata. Salah satu dari mereka adalah sebuah sosok ideal yang sangat diinginkan oleh salah satu dari mereka karena trauma yang pernah mereka alami. Nyatakah Maggie? Atau justru Sloane yang nyata?

"Bahwa penting untuk membiarkan diriku sendiri bersedih selama yang kuinginkan. Dan, juga penting untuk mengingat pada saat yang bersamaan bahwa aku beruntung untuk segala yang membuatku bahagia di dalam hidupku. Dan, untuk mengetahui bahwa aku merasakan kebahagiaan itu kembali suatu hari nanti." - hal. 154

Buku ini menjadi salah satu buku yang saya beli karena sampul depannya yang menggoda. Berbeda dengan sampul depan buku aslinya yang biasa saja, menurut saya sampul yang dipakai oleh Mizan Fantasi membuatnya lebih menonjol daripada buku aslinya. Terjemahannya pun bagus, kalimatnya mengalir dan enak dibaca.

Karakter utama dalam buku ini adalah Maggie dan Sloane. Bocoran untuk yang akan membaca buku ini sebaiknya tetap konsisten membaca dari awal sampai akhir, jangan diloncat-loncat karena detil tertentu malah jadi petunjuk untuk cerita selanjutnya... dan juga akhirnya. Walau memang membaca bab-bab awalnya membuat saya bosan dan sedikit bingung sebenarnya Lucid ini mau dibawa ke mana dan seperti apa.

Awalnya saya pikir buku ini bergenre fantasi karena dari sampulnya saya langsung berpikir bahwa Sloane dan Maggie ini berasal dari dunia yang berbeda dan mimpi yang mereka alami itu hanyalah sebagai penghubung keduanya. Tapi ternyata setelah dibaca, buku ini lebih ke sisi psikologi. Karena salah satu tokoh dalam buku ini menciptakan sosok ideal yang diinginkannya, untuk melarikan diri dari kehilangan yang terjadi di dunia nyata.

Untuk mengenal kedua tokohnya, Adrianne Stoltz dan Ron Bass membuat dua sudut pandang pertama (POV1) dari sisi Maggie dan Sloane. Saya tidak begitu yakin, tapi saya pikir Stoltz menulis bagian Sloane dan Bass menulis bagian Maggie. Alasannya karena saat membaca deskripsi singkat penulis di belakang bukunya, saya mendapati bahwa Ron Bass ini adalah seorang penulis skenario yang telah mendapatkan beberapa penghargaan dan sepertinya telah mengenal dunia film serta seluk-beluknya seperti dengan profesi yang dimiliki Maggie dalam buku ini, aktris. Dengan dua sudut pandang ini juga membuat saya bisa mengetahui bagaimana perasaan dan pikiran dari Maggie dan Sloane, sampai bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang mereka cintai.

Karakter lain yang ada, yang di antaranya saya sukai adalah Jade, Andrew, dan Gordy. Saya suka dengan Jade karena ia polos dan manis. Saya juga suka dengan kata yang dibuat oleh Jade yang ada di awal buku: deluk (kata kerja, yang berarti dekap dan peluk). Andrew itu merupakan tokoh kunci di sini (tidak bermaksud untuk spoiler :p), tapi memang jelas sekali Andrew itu adalah seorang sosok laki-laki yang bisa membuat siapapun jatuh hati. Dan yang terakhir adalah Gordy, agak nyesek emang ceritanya dia. Tapi yang pasti saya suka dengan Gordy yang memiliki peran sebagai sahabat baik untuk Sloane.

Adegan favorit dari buku ini adalah saat saat Maggie mengajak Andrew untuk tur keliling New York untuk mengunjungi semua lokasi film dan pertunjukan ulangnya. Keren! Jelas sekali bahwa penulisnya memang menyukai film-film yang disebutkan di dalam adegan tersebut. Namun, sayangnya saya belum menonton filmnya satupun XD

Saya tidak ada masalah dengan twist ending yang dipilih oleh penulisnya. Saya sudah menyangka dari saat pertengahan buku ini bahwa akhirnya memang akan seperti itu. Dan membaca buku ini adalah pengalaman menyenangkan untuk saya yang jarang menemukan buku dengan cerita seperti ini. 4,5 bintang untuk Lucid.

Quotes: 

Aku tidak mau jatuh cinta dengan seseorang yang tidak mencintaiku. Rasanya jauh lebih baik jika dicintai kembali." - hal. 290

"Maksudku daya tarik, seperti gravitasi. Koneksi yang kurasakan padamu sangat besar. Rasanya aku tak bisa tahan kalau mencoba menolaknya." - hal. 321

"Setiap cerita memiliki tujuan. Setiap cerita alasan dan perjalanan. Setiap cerita memiliki akhir." - hal. 425

"Di mana pun aku berada, aku akan bersamamu. Sejauh apa pun jarak yang ada. Aku akan mengirimkan cintaku padamu." - hal. 490 

Review ini diikutsertakan dalam:
- Lucky No. 14 Reading Challenge (kategori Cover Lust)
- 2014 TBRR Pile
- New Author Reading Challenge 2014
- Young Adult Reading Challenge 2014
- Indiva Readers Challenge 2014

5 comments:

  1. Kelihatannya ini seru. Bikin mikir yah, like you said, this isnt fantasy book. Nice..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, bukunya kalo kata aku bagus. Tapi banyak juga yang bilang sebaliknya, sepertinya balik lagi ke masalah mendasar tentang persepsi masing-masing waktu baca buku ini. Bree coba baca aja :D

      Delete
  2. gua sudah baca, 3 kali. Tapi ya Tuhan ga ngerti sampe sekarang itu yang nyata siapa.
    Aduh emang ini otak kagak nyampe kali ya >.<

    ReplyDelete
  3. Aku udah baca novelnya dan menurutaku yg asli itu sloane. Soalnya di halaman terakhir digambarin mereka di toilet. Lalu maggie nunggu nyamoe sloane tersenyum,terus dia menghilang. Bener gak kayak gini?

    ReplyDelete
  4. Aku udah baca novelnya dan menurutaku yg asli itu sloane. Soalnya di halaman terakhir digambarin mereka di toilet. Lalu maggie nunggu nyamoe sloane tersenyum,terus dia menghilang. Bener gak kayak gini?

    ReplyDelete