Friday, October 18, 2013

[Book Review #32] Alice-Miranda at School

Penulis: Jacqueline Harvey
Penerjemah: Reni Indardini
Penyunting: Herlina Sitorus
Penyelaras aksara: Ike Shinta Dewi
Penerbit Little K
Cetakan I, Juni 2011
Tebal: 274 halaman
ISBN: 978-602-9234-02-2
Rating: 4 dari 5 bintang
Harga: Rp. 15.000 (Sale di Gramedia Ekalokasari Bogor)

Blurb:

“Dadah, Mama. Tolong kuatkan hati Mama.” Ibunya menanggapi dengan isak tangis keras. “Selamat bermain golf, Papa. Kita bertemu di liburan akhir semester.” Ayahnya membuang ingus ke saputangannya.

Sebelum kedua orangtuanya sempat mengucapkan selamat tinggal, Alice-Miranda sudah berjingkrak-jingkrak menyusuri jalan setapak yang diapit pagar tanaman, menuju rumah barunya.

Akademi Winchesterfield-Downsfordvale, itulah rumah baru Alice-Miranda. Dan sejak kedatangan Alice-Miranda, tempat itu berubah drastis. Semua terasa lebih hidup dan menyenangkan. Namun, tidak semua orang senang dengan perubahan itu. Termasuk kepala sekolah, Miss Grim, dan kepala prefeknya, Alethea.

Gadis 7 tahun itu diberi berbagai tantangan seperti tes tulis semua pelajaran, lomba berlayar melawan Alethea dan kawan-kawannya, sampai harus berkemah di hutan sendirian selama beberapa hari. Akankah Alice-Miranda mampu melewati semua tantangan itu? Juga, bisakah dia membuat Miss Grim keluar menemui para muridnya setelah 10 tahun mengurung diri dalam kantor?

Review:

Alice-Miranda yang berumur tujuh seperempat tahun memutuskan untuk masuk sekolah asrama Akademi Winchesterfield-Downsfordvale untuk Perempuan Muda Baik-baik lebih awal. Walaupun kedua orang tuanya khawatir dengan keputusan anak semata wayangnya, Alice-Miranda justru adalah anak yang mandiri, pintar, peduli terhadap orang lain, baik hati, dan mempunyai perasaan yang peka. Jadi saat menginjakkan kaki pertama kali di sekolah asramanya, ia langsung bisa membaur dengan baik.

Keingintahuannya sangat besar dan ia juga tidak bisa membiarkan orang lain bersedih. Maka saat ia pertama kali datang di sekolah asramanya dan mendapati Mrs. Smith, Mr. Charles, dan Ms. Higgins bersedih, ia langsung secara alami ingin membantunya. Lalu dengan santai ia memasuki ruangan kerja Miss Grimm dan mencoba untuk memperbaiki keadaan dengan caranya sendiri. Kemudian setelah Alice-Miranda tinggal lama di sekolah asrama tersebut, ia tahu ternyata Miss Grimm yang kaku, galak, dan suka bertindak semena-mena itu menyimpan kesedihan sendiri selama sepuluh tahun belakangan ini.

"Aku tahu Mama melakukannya dengan senang hati," Alice-Miranda sepakat, "tapi anggap saja kepergianku sebagai liburan. Jadi, ketika aku kembali ke rumah rasanya pasti sangat menyenangkan. Hanya saja, aku yang nanti pulang menemui Mama." - hal. 2

Alice-Miranda ini adalah tokoh fiksi yang kemungkinan adanya hanya sekitar 5% saja di dunia. Anak kecil yang usianya tujuh tahun tidak akan sedewasa ini. Sosok Alice-Miranda juga terlihat terlalu sempurna di mata saya. Tapi saya menikmati membaca buku ini sampai akhirnya. Meskipun ada beberapa hal yang tidak masuk di akal dan konfliknya juga cukup menarik. Namun saya mengambil sisi positif yang berusaha disampaikan oleh penulisnya saja.

Sampul depan pada bukunya saya sadari tidak jauh berbeda dengan versi buku aslinya. Saya suka dengan ilustrasi sampul depan bukunya, juga beberapa ilustrasi yang berterbaran di dalam bukunya. Terjemahannya pun menurut saya baik, dengan ukuran huruf yang besar buku ini memang ditujukan untuk pembaca anak-anak sampai remaja. Tapi di beberapa bagian buku, kadang ukuran huruf itu berubah menjadi besar atau kecil, agak mengganggu juga bagi saya. Beberapa typo juga saya temui, ini salah satunya: hal. 8 - "Brummel, aku tak sabar bertemu ingin Miss Grimm." yang seharusnya "ingin bertemu".

Pada halaman 159 saya pikir sebaiknya diberi catatan kaki untuk kalimat bahasa Inggris-nya, karena memang tidak semua anak-anak atau remaja akan mengerti dengan kalimat yang cukup rumit seperti itu.

Untuk urusan nama-nama tokohnya. Saya pikir penulis buku ini membuatnya sangat ajaib. Ia memasukkan semua marga orang tua serta buyutnya ke dalam beberapa nama karakter dalam buku ini. Sebut saja Alice-Miranda sendiri yang bernama lengkap Alice-Miranda Highton-Smith-Kennington-Jone dan Millicent Jane McLoughlin-McTravish-McNoughton-McJill. Agak cukup rumit bagi saya untuk membacanya. Tapi untung saja, tidak semua tokohnya bernama seperti itu. Dan bagusnya, Jacqueline Harvey menulis daftar tokohnya di halaman belakang, beserta resep pai apel paling enak di dunia.

Pada saat membaca buku ini juga saya entah kenapa membayangkan Alice-Miranda itu sosok anak kecil Patty (Just Patty dan When Patty Went to College) yang diciptakan oleh Jean Webster. Sifat dan pembawaannya mirip. Hanya umurnya saja yang berbeda. Ah sudahlah... gak penting juga membandingkan :p

Ternyata total seri buku ini adalah sembilan buku! Hmm... banyak ya? Padahal yang beredar di Indonesia untuk versi terjemahannya baru sampai buku ketiga. Saya berencana untuk meneruskan membaca aksi Alice-Miranda nanti. Untuk keseluruhan, saya suka dengan buku ini. 4 bintang untuk semangatnya Alice-Miranda.

Literary awards:
- Kids Own Australian Literature Awards (KOALA) for the Younger Reader category (2012)
- YABBA (Young Australian's Best Book Award) for the Younger Reader category (2012)
- Children's Choice Award Nominee (0)
- Victoria
- ACT and NT

3 comments:

  1. sempet beliin buku ini buat keponakan tapi ga tau kenapa, dia males baca sampai kelar :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Keponakannya umur berapa emang? Ga bisa juga kayanya dikasih ke anak yang terlalu kecil :))

      Delete