Thursday, March 6, 2014

[Book Review #84] Saving Francesca

Penulis: Melina Marchetta
Penerjemah: Dewi Sunarni
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama, April 2006
Publikasi Pertama: 2003
Tebal: 304 halaman
ISBN: 978-979-222-035-3
Rating: 3,5 dari 5 bintang

Bisa didapatkan di: Grazera

Blurb:

Francesca Spinelli pusing berat karena ibunya tiba-tiba depresi, kehilangan semangat hidup, dan hampir tidak mau turun dari tempat tidur. Keluarganya terancam berantakan, apalagi ayahnya sepertinya pasif dan menganggap sepele masalah itu. Satu-satunya hiburan bagi Francesca adalah Will Trombal, cowok keren yang dia taksir, tapi dia malah makin sedih saat mengetahui ternyata Will sudah punya pacar.

Francesca jadi merasa galau dan kesepian. Apalagi ia merasa tidak cocok dengan teman-teman di sekolah barunya. Teman-teman lamanya yang keren dan selalu dapat ia andalkan, sekarang semakin menjauh. Ia sulit bergaul dan merasa terkucil. Semuanya membuat Francesca tidak tahan lagi. Siapakah yang dapat menolongnya?

Atau, ia hanya perlu membuka mata dan melihat bahwa justru orang-orang yang ia anggap remeh lah yang justru menyayanginya?


Eksplorasi yang sangat dalam tentang kedewasaan, jati diri, keluarga, dan persahabatan.

Review:


Francesca Spinelli atau Francis melanjutkan sekolahnya di St. Sebastian pada kelas sebelas. Sebelumnya ia bersekolah di St. Stella dan karena 95% siswa Sebastian adalah laki-laki, Francis tidak mengenal siapa-siapa kecuali beberapa anak perempuannya dari sekolah terdahulunya. Jadilah Francis merasa terdampar di sebuah tempat yang tidak ia inginkan untuk beberapa tahun ke depan.

Di rumahnya, ibunya Mia sedang mengalami depresi berat. Ia tiba-tiba tidak bahagia, murung, tidak mau makan, sedih, tidak mau turun dari tempat tidur, dan hal lainnya yang biasanya dilakukan oleh Mia kini tidak dilakukannya.


Francis merasa beban hidupnya menjadi dua kali lebih berat saat ini. Sedangkan teman-temannya saat dulu di Stella tidak bisa terus mendampinginya setiap saat. Namun, lama kelamaan Francis mulai mengenal lingkungan sekolah dan teman-temannya. Apa yang awalnya ia tidak sukai kini berubah menjadi lebih baik walaupun ia tidak berusaha untuk menyukainya. Bahwa selalu ada harapan dan penyelesaian di setiap masalah yang ia hadapi.

***

Saya sebetulnya jarang membaca teenlit, malahan kadang memang menghindar genre yang satu ini. Karena dulu, beberapa teenlit yang saya baca itu berkesan cheesy dan biasa saja. Sampai saya baca buku ini.

Well, buku ini sebetulnya buku yang saya temukan di antara tumpukan buku yang tidak saya punya ataupun saya pinjam. Dinoy menitipkannya pada saya untuk nanti dikembalikan ke Mbak Yuska, pemilik aslinya. Nah, karena sayang banget kan kalo bukunya gak dibaca dulu, jadilah saya mulai membacanya... dan menyelesaikannya.

Dari sampul bukunya, ciri khas teenlit-nya tergambar jelas sekali. Mulai dari ilustrasi, komposisi warna sampul, judulnya, sampai logo teenlit ala GPU *ya iyalah* :))

Tapi saya tidak melihat itu semua. Saya terpaku pada nama penulisnya saat melihat buku ini karena beberapa orang telah merekomendasikan saya untuk membaca bukunya.

Bukunya gak terlalu tebal juga gak terlalu tipis. Jenis dan ukuran hurufnya pun enak dibaca. Tapi nilai plusnya adalah pada terjemahannya. Saya suka dengan terjemahannya yang tidak kaku dan sesekali memasukkan bahasa slang yang kadang membuat saya tertawa.

Karakter dalam buku ini sebetulnya tidak terlalu banyak. Hanya terpusat pada keluarga Francis (Robert, Mia, dan Luca), teman-temannya (Tara, Justine, Siobhan, Jimmy, dan Thomas), dan laki-laki yang disukai Francis (Will). Hmm... sepertinya saya salah, mereka cukup banyak. Haha... tapi entah mengapa, Melina Marchetta bisa menguatkan setiap karakternya hingga saya tidak mudah melupakannya. Dan bisa dikatakan juga, saya menyukai setiap karakter dalam buku ini. Francis yang blak-blakan, Mia yang rapuh, Robert yang tidak bisa hidup tanpa Mia, Luca yang manis, Tara yang jujur, Justine yang pemalu, dan Siobhan yang selalu terluka. Buku ini menunjukkan sisi lain kehidupan yang terjadi di sekitar kita, walaupun kita tidak pernah mengalaminya.


Ada di mana Francis mengalami sisi tergelap hidupnya, dan sebaliknya Francis juga memiliki sisi terang dalam hidupnya. Di saat ia membuka mata dan melihat kenyataan bahwa teman-teman yang dibutuhkan dan dimilikinya sekarang adalah teman-teman yang ada di sekitarnya, bukan yang jauh darinya dan hanya akan membicarakan hal-hal yang mereka inginkan saat bertemu tanpa mendengarkan apa keinginan Francis sebenarnya.

Akhir bukunya seperti yang diharapkan oleh saya. Membuat saya terharu. Bahwa cobaan atau masalah seberat apapun, semua pasti ada jalan keluarnya. Kita jangan pernah putus asa dan kehilangan harapan. Bersyukurlah dengan apa yang kita punya.

Setelah buku ini, saya jadi ingin membaca karya Melina Marchetta yang lain, Looking for Alibrandi :D

Literary award:
- Children's Book Council of Australia Award for Book of the Year for Older Readers (2004)
- Canberra's Own Outstanding List (COOL) Awards Nominee for Older Readers (2004)
- Kids Own Australian Literature Awards (KOALA) Nominee for Older Readers (2004)
- Young Australians' Best Book Award (YABBA) Nominee for Older Readers (2004)
- West Australian Young Readers' Book Award (WAYRBA) for Older Readers (2004)
- Parents' Choice Gold Award (2004)
- S.A. Festival National Children’s Book Award Nominee for Young Adult (2004)
- W.A. Young Readers Book Award (WAYRA) for Older Readers (2004)

Review ini diikutsertakan dalam:

- Lucky No. 14 Reading Challenge (kategori Freebies Time)
- 2014 TBRR Pile
- New Author Reading Challenge 2014
- Young Adult Reading Challenge 2014
- Indiva Readers Challenge 2014

2 comments:

  1. Aku baru baca yang Jellicoe Road dan suka bangeeeet! Alibrandi ada di timbunan, Francesca pengen juga ah cepetan cari. hihi... bagus2 bukunya nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah... ntar aku pinjem ya yang Looking for Alibrandi-nya. Penasaran banget pengen baca XD

      Delete