Tuesday, November 19, 2013

[Book Review #44] Gadis Korek Api

Penulis: H.C. Andersen
Penerjemah: Ambhita Dhyaningrum
Penyunting: Jia Effendie
Penerbit: Atria
Cetakan II, Juli 2011
Tebal: 267 halaman
ISBN: 978-979-024-462-7
Rating: 2 dari 5 bintang
Harga: Rp. 10.500 di stand Atria Indonesia Bookfair 2013

Blurb:

Seorang gadis miskin berjalan bertelanjang kaki sambil menjajakan korek apinya di malam tahun baru yang beku bersalju. Dia menyalakan sebatang korek api… sebuah perapian muncul di hadapannya. Apinya yang merah kebiruan menghangatkan kakinya yang kebas.

Gadis Korek Api adalah satu dari sepuluh dongeng karya Hans Christian Andersen yang dikumpulkan dalam buku ini. H.C. Andersen adalah penulis asal Denmark yang telah meramu berbagai dongeng yang telah diceritakan ulang kepada jutaan anak-anak di seluruh belahan dunia dalam berbagai versi.


Dongeng-dongengnya begitu terkenal, bahkan bagi orang-orang yang tidak pernah mengenal namanya.

Review: 

Saya tidak tumbuh dengan dongeng H.C. Andersen, jadi saat saya selesai membaca buku ini kesan yang didapat itu... datar. Saya bertahan membaca buku ini karena ingin mendapatkan kesan positif seperti beberapa review yang saya baca dari Goodreads, dan entah mengapa saya tidak mendapatkannya *ugh* dan beberapa dongeng menurut saya tidak cocok untuk dibacakan kepada anak kecil.

Buku ini terdiri dari sepuluh dongeng yang di antaranya adalah Kisah Cinta Putri Duyung Kecil, Angsa-Angsa Liar, Sang Putri Sejati, Thumbelina, Burung Bulbul, Gadis Korek Api, Ratu Salju, Baju Baru Kaisar, Kisah Rembulan dan yang terakhir Anak Itik Buruk Rupa.


Dongeng favorit saya adalah Kisah Cinta Putri Duyung Kecil, Thumbelina, Baju Baru Kaisar, dan Anak Itik Buruk Rupa.


Kisah Cinta Putri Duyung Kecil
Alkisah di sebuah laut biru yang dalam hiduplah keenam putri duyung kecil yang menambakan agar diizinkan naik ke daratan pada saat usianya lima belas tahun. Si bungsu yang memang usianya paling kecil begitu tidak sabar ingin melihat daratan setiap kakak-kakaknya bercerita. Enam tahun kemudian adalah giliran si bungsu untuk naik dan melihat daratan. Ia muncul di permukaan saat matahari terbenam. Kebetulan pada saat itu akan ada badai yang datang. Sebuah kapal yang dinaiki oleh seorang pangeran terbelah angin. Putri duyung itu menolong sang pangeran agar tidak tenggelam. Dan esoknya pangeran itu sudah siuman kembali.

Putri duyung itu kembali ke lautan tapi ia tidak bisa menahan kerinduannya pada sang pangeran.
"Sekarang ia sedang berlayar di atas sana. Dia yang kucintai lebih dari ayah dan ibuku. Dia yang selalu mengganggu pikiranku, yang bersamanya aku ingin meraih kebahagiaan dalam hidupku. Aku akan melakukan apa pun untuk memenangkannya, untuk mendapatkan keabadian jiwa." - hal. 22
Akhirnya putri duyung itu pergi menemui penyihir agar membantunya menjadi manusia. Tapi syarat yang diajukan penyihir itu tidak mudah, ia meminta suara putri duyung itu sebagai gantinya. Namun, tidak sampai disitu saja penderitaan putri duyung itu. Saat menjadi manusia pun, setiap langkah pada kedua kakinya akan terasa seperti tertusuk pisau yang tajam dan menyebabkannya berdarah-darah. Kemudian yang terakhir, apabila ia tidak bisa mendapatkan cinta sang pangeran. Maka pada keesokan paginya hatinya akan hancur dan tubuhnya akan menjadi buih di laut.

Di dalam beberapa dongengnya, kesan suram dan gelap pun terasa. Salah satu contohnya adalah Kisah Putri Duyung Kecil di atas, beberapa adegan berdarah-darah pun muncul dalam dongeng tersebut.


Saya baru tahu setelah membaca review Mia kalau ternyata masa kecil dan kehidupan Andersen setelah dewasa ternyata tidak mudah. Di balik semua itu, beberapa dongeng remake yang diceritakan kembali oleh penulis-penulis lain lebih saya suka ketimbang dongeng aslinya.

Selain beberapa typo yang ada, untuk terjemahannya... hmm... menurut saya pemilihan katanya terlalu berat jika segmen pembacanya adalah anak-anak. Saya pun harus sampai membuka kamus untuk mencari arti kata-kata berikut ini:

  1. Mencatuk, asal kata catuk. Di KBBI artinya: (1) mencotok; memagut; mematuk; (2) tukul besi besar; (3) takaran sebanyak isi sendok makan; (4) duduk dengan kepala tertunduk sedikit.
  2. Bertemperasan, asal kata temperas. Di KBBI artinya: (1) lari terserak-serak (cerai-berai, kucar-kacir); (2) berpencaran.
  3. Jelatang. Di KBBI artinya adalah tumbuhan yg daunnya dapat menimbulkan rasa gatal pd kulit apabila tersentuh.
  4. Lecak. Di KBBI artinya: (1)  lembek dan berair (tentang tanah); berlumpur; becek; (2) buruk (tentang muka).

Setelah membaca buku ini, akhirnya saya bisa tahu versi dongeng yang sebenarnya itu seperti apa. 2 bintang untuk Andersen dan dongeng-dongengnya.

7 comments:

  1. awal tahu kisah little mermaid itu dari versinya disney yang berakhir bahagia, hahahaha.. ternyata oh ternyataa.. versi 'asli'-nya itu beda :))

    hmm.. ngga nyangka nih buku cuman dikasih rating 2 ama Tammy :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku gak tau kenapa ga bisa suka sama bukunya, jadi terpaksa kasih rating 2 aja. Padahal dari awal sampai akhir buku aku rela disiksa sama monolog yang panjang-panjang. Mungkin untuk buku-buku yang minim dialog, ga cocok sama aku ;_;

      Delete
  2. aku bahkan gak selesai baca buku ini. beberapa dongengnya sudah sering dibaca sebenernya, jadi kayaknya aku gak cocok sama terjemahan ini aja. lambat banget kesannya, dan selalu ngantuk pas baca...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, sama sebenernya, Lu. Tapi dipaksain baca sampe selesai ;_;

      Delete
  3. Saya penggemar dongeng H.C Andersen ^^
    Bagi saya dongeng-dongengnya terasa nyata dan tidak sekedar seorang-puteri-menunggu-bantuan-pangeran-berkuda-putih >.<

    Coba baca yang terbitan Gramedia ^^ Ilustrasinya juga keren ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nanti mungkin coba baca yang terbitan Gramedia juga, tapi sementara ini... cukup dulu tentang dongeng Andersen XD

      Delete
  4. Little Mermaidnya HC. Anderson juga ada versi kartunnya(?) tapi bukan disney sih. Seingatku waktu nonton, putrinya jadi buih.

    ReplyDelete