Monday, December 30, 2013

[Book Review #56] Partners in Crime

Penulis: Agatha Christie
Penerjemah: Maria Mareta
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan keempat, April 2012
Tebal: 312 halaman
ISBN: 978-979-228-002-9
Rating: 3 dari 5 bintang
Harga: Rp. 15.000 di Indonesia Book Fair 2013


Blurb:

Setelah berhasil dalam Musuh dalam Selimut, Tommy dan Tuppence menikah dan hidup bahagia.

Tapi... enam tahun kemudian, mereka mulai bosan. Tak ada kejadian menarik dan mendebarkan yang mereka alami. Padahal, mereka telanjur kecanduan bahaya. Mereka butuh tantangan untuk mengasah otak mereka yang brilian dan memuaskan kehausan mereka akan petualangan-petualangan yang penuh risiko.


Sebuah tawaran disodorkan. Mereka mengambil alih biro detektif swasta yang hampir bangkrut. Kasus-kasus aneh segera bermunculan: lelaki jahat, lelaki berbaju koran, lelaki buta, lelaki dalam kabut, dan... Tommy-Tuppence, pasangan detektif yang cemerlang tetapi konyol, sering sial tetapi pantang menyerah. Benarkah? Apakah Tommy akan terus beraksi meski tahu bahwa nyawa Tuppence menjadi taruhannya?

Review:


Tuppence merasa bosan dengan kehidupannya yang biasa-biasa saja setiap harinya. Ia merindukan saat-saat memecahkan misteri. Ia menumpahkan keluh kesahnya pada Tommy, suaminya. Beberapa saat kemudian, keinginan Tuppence terkabul. Mr. Carter menawarkan kepada Tommy dan Tuppence untuk berpura-pura menjadi agen detektif internasional, Theodore Blunt selama enam bulan dan menyelidiki tentang surat-surat biru dengan perangko Rusia yang datang pada Mr. Blunt.

Akhirnya, Tommy dan Tuppence mulai mengambil alih kantor tersebut di Bloomsbury. Klien pertama mereka adalah Lawrence St. Vincent yang berusaha mencari gadis yang disukainya karena menghilang secara tiba-tiba. Kasus kedua adalah tentang mutiara merah muda yang tiba-tiba hilang. Klien yang meminta bantuan tersebut mengatakan bahwa Mrs. Hamilton saat itu melepaskan kalung mutiaranya dan lupa membawanya saat naik ke kamarnya.

Setelah itu Tommy dan Tuppence menerima 11 kasus lainnya dan akhirnya pada saat kasus kedua belas, mereka dihadapkan pada kasus awal yang menjadi tujuan mereka berpura-pura menjadi agen detektif internasional. Seorang laki-laki yang menyebut enam belas sebagai kode pada Tommy dan Tuppence mengantarkan mereka untuk memecahkan semua misteri selama ini.


"Menggunakan sel abu-abu di dalam buku fiksi itu lebih mudah daripada kenyataan yang sebenarnya." - hal. 307

Ini adalah buku Agatha Christie pertama yang saya baca. Hmm... saya sejujurnya tidak terlalu terkesan setelah membaca buku ini. Beberapa kali saya dibuat menutup bukunya dan malahan membuka buku lain. Bosan... tapi alhamdulillah, ternyata bisa diselesaikan juga karena memang niat awal membaca buku ini agar bisa masuk dalam tema detektif/misteri untuk posbar BBI bulan Desember.

Bukunya sebetulnya tipis, dan hanya memuat 312 halaman. Salah satu kebosanan yang saya temui saat membaca buku ini karena kasusnya yang banyak dan pendek, juga bukunya yang memang seperti buku kumpulan cerpen. Beberapa penyelesaian kasusnya pun ada yang menggantung dan saya kecewa karena setelah membuka halaman selanjutnya ceritanya sudah berubah menjadi kasus lain. Tapi setelah googling, ternyata buku ini memang kumpulan cerpen.

Kasus favorit dari buku ini adalah Kisah Mutiara Merah Muda, Menyiasati Raja dan Lelaki Berbaju Koran, Lelaki Buta, dan Laki-laki Nomor 16. Oh ya, ini juga adalah buku kedua dari petualangan Tommy dan Tuppence. Sayang sekali saya belum memiliki buku pertamanya dan baru tahu bahwa ini buku kedua saat sudah membaca setengah jalan :))

Dibandingkan dengan sampul buku sebelumnya, saya suka dengan sampul edisi cetak ulang ini. Simpel tapi menarik. Untuk terjemahannya, ternyata banyak masih banyak kata-kata janggal dan salah kata yang tersebar di dalam bukunya. Ini dia daftarnya:
1. Penerjemah memilih menulis snob, daripada menulis angkuh saja (hal. 38)
2. Emergensi (hal. 58) - mungkin maksudnya mau menerjemahkan emergency, padahal tinggal tulis saja darurat. Karena di KBBI pun kata tersebut tidak ada.
3. Bagai-mana ge-muk (hal. 101), pa-dahal (hal. 137), pela-yan (hal. 182), ter-senyum (hal. 219), di-nikahi (hal. 228), ker-tas (hal. 284) - seharusnya tanpa tanda (-)
4. Kartupos (hal. 107) - seharusnya pakai spasi
5. Kutak-katik (hal. 116) - mungkin seharusnya otak-atik
6. Palling (hal. 135) - seharusnya paling
7. Nerdiri (hal. 148) - seharusnya berdiri
8. Hlang (hal. 154) - seharusnya hilang
9. Berdert (hal. 160) - seharusnya berderet
10. Mashal (hal. 167) - seharusnya mahal
11. Lainya (hal. 172) - seharusnya lainnya
12. Manyala (hal. 181) - seharusnya menyala
13. Tingkahlakunya (hal. 182) - seharusnya dipisah
14. Buakn (hal. 308) - seharusnya bukan

Hahaha... ternyata banyak ya. Daftar itu sebetulnya masih ada lagi, tapi sudah cukup saja sampai segitu. Saya bisa melihat itu semua karena memang berusaha membaca buku ini tanpa terlewat satu momen pun dan juga karena saya membaca ulang kembali dari awal saat saya kehilangan arah sampai bukunya gak selesai-selesai. Semoga saja, saat cetul lagi pihak penerbitnya mempertimbangkan untuk merevisi beberapa salah katanya.

Membaca buku ini memang kurang berkesan bagi saya, tapi saya keukeuh mau membaca buku Agatha Christie yang lain. Mungkin Poirot? Karena beberapa orang merekomendasikan buku seri tersebut. 3 bintang untuk Tommy dan Tuppence.

No comments:

Post a Comment